Tuesday, February 22, 2011

3 Keys To Happy Life

Happiness is not a feeling that occurs occasionally when a family member or a good friend makes us laugh. Happiness is a necessary ingredient of your day to day living. Without happiness, you are stuck in the 3rd dimension of fear and distrust, jealousy and doubt. There are 3 keys to a happy life and they are easy to learn. Any child can do it.

Key # 1: Include Play in Every Day and Don't Ever Feel Guilty About It

Children learn from their play. They explore their talents and have time to develop them. They imitate the adult world around them and in so doing, build a better understanding of that world. They learn how to negotiate with peers between fairness and their self interests.

These activities build self esteem and self appreciation. These are valuable later in school, and throughout your life in social situations. Without them, you will not succeed in school or in a job.

There is no time limit on play. Don't stop playing with peers, and by yourself. Adult play doesn't always look the same as a child's play, but it is just as much fun and it is just as valuable. It might be a quilting club, or a "'Round the world cooking club." Don't have time? Turn off the TV.

Key # 2: Follow Your Bliss and Don't Ever Feel Guilty About It

We are born with a personal sensing device that will lead us to joy, satisfaction, a sense of achievement and love. This sensing device lets us know when we are moving closer to our heart's desired goal, and when we are moving away from it. Those who attend to this sensor and continually move closer to their heart's desire have the kind of life most would want.

Bill Gates is a good example. He and his high school friend were interested in computers and wrote software after school. Bill's father was a successful lawyer. There was probably some family pressure for him to go to law school since that had already been proven to work for their family. Also, with a father who was a lawyer, Bill would have an easier time getting into a good grad school and so forth. But, Bill was allowed to go to MIT which is not known to prepare students for law school. He was allowed to follow his bliss and not pressured to follow in his father's footsteps.

You too were born with talents and interests. When you follow these the world will open for you and all sorts of wonderful gifts will be given to you. The Hicks call it "swimming downstream."

Key # 3: Challenge All Fearful or Angry or Resentful Thoughts

Negative thinking can take up a lot of time and too much emotional energy. Best advice -- Let it go!

We started using the Sedona Method in my family years ago. You don't challenge negative thinking, but you simply ask your higher mind whether or not you can let it go. You look at it which immediately separates your spiritual self from your Egoic self. Then, you ask whether or not you can let it go.

Almost before you even ask the question, you have already let it go. Anytime you step into the present time, you have already let go of anything connected to the past.

So to summarize:

   1. Play more
   2. Follow Your Bliss
   3. Don't let fear or anger get in your way

Thursday, February 17, 2011

Bicara Hati Ini....

hati....
terlalu subjektif....
xmampu diluah dengan kata2.....
tatkala hati ditimpa dugaan...
mulut hanya mampu tersenyum..
tak mampu membantu,,,
namun hati...
menangis sendirian tanpa bibir megetahui...
hati....
kadang tampak kuat...
nmun hakikat nya....
hati ini sentiasa lemah untuk mgharungi dugaanMu...
andai bibir mampu mgawal hati...
pasti perasaan itu juge mampu dikawal..
ya Allah...
kuatkanlah hati hambamu ini untuk mghadapi segala dugaan Mu.,,,

Sunday, February 13, 2011

Jodoh Untuk Dicari

Jodoh seperti rezeki, ia telah ditentukan. Namun, kita tidak tahu apa yang telah ditentukan oleh Allah. Dengan berpegang pada hakikat itu kita diperintahkan-Nya agar berusaha.

Carilah jodoh yang baik, carilah rezeki yang baik dengan jalan yang baik juga. Siapa jodoh kita? Berapa banyak rezeki kita? Dan bila? Itu bukan kerja kita. Itu ketentuan Allah. Milik kita hanya usaha.

Jadi, berusahalah dengan baik, Allah pasti tidak akan mengecewakan kita. Wajib menerima takdir tidak menolak kewajiban untuk mentadbir.

“Dulu saya tidak pernah melihat wajah bakal isteri saya,” kata seorang abang yang sangat saya hormati.

“Pelik tu bang. Bagaimana jodoh abang diaturkan?”

“Ikut pilihan guru agama yang mengajar saya,” jawabnya pendek.

“Mengapa tidak mahu melihat wajahnya? Kan itu dibenarkan oleh syariat? Barangkali sebab waktu itu tidak ada ruangan sosial seperti Facebook dan Twitter?” gurau saya.

“Memang belum ada. Tetapi ada cara lain. Gambar dan cara-cara yang lain ada, tetapi sebenarnya ada sebab lain…”

Dalam diam, saya rasa hairan. Wajahnya saya tenung. Dia orang yang sangat saya hormati. Sahsiah dan kepimpinannya sangat menawan hati. Tentu ada sebab yang solid untuk dia bersikap demikian.

“Sebelum aktif sebagai aktivis Islam seperti sekarang, saya pernah menjalin hubungan cinta. Dia teman lama sejak di sekolah rendah lagi,” jelasnya dengan tenang.

“Habis mengapa putus?”

“Kami putus kerana dia ada jalan tersendiri. Saya ajak bersama saya dalam perjuangan Islam ini tetapi dia selesa dengan gayanya. Lepas, bebas. Jadi kami berpisah setelah 10 tahun bercinta.”

Wah, ini kisah cinta yang dramatik! Saya tidak sangka sama sekali dia yang selama ini kelihatan begitu iltizam, tegas dan berwibawa pernah melalui tragedi cinta.

Isteri Amanah
“Itu kisah sebelumnya. Tetapi bagaimana dengan kisah pertemuan dengan isteri abang sekarang?” kata saya beralih kepada maksud asal pertanyaan.

“Setelah putus, abang terus pinta guru agama carikan jodoh. Ingin fokus kepada gerakan dan amal Islami tanpa diganggu gugat lagi oleh emosi cinta.” “Tetapi mengapa abang tidak mahu melihat bakal isteri pilihan guru? Tidak dibenarkan?”

“Itu keputusan personal saya. Guru memberi kebebasan. Mahu melihat dulu, silakan. Tidak mahu, tidak mengapa.”

“Dan abang memilih untuk tidak melihat. Kenapa?”

“Eh, kamu masih tegar dengan soalan asal? Begini, bekas kekasih abang dulu sangat cantik. Abang takut perasaan abang diganggu oleh godaan perbandingan. Takut-takut, bakal isteri tidak secantik kekasih lama. Jadi abang tekad, nikah terus tanpa melihat wajahnya.”

Saya terkesima sebentar dan dengan pantas saya bertanya kembali, “Tetapi abang akan terpaksa juga membuat perbandingan setelah bernikah bukan? Setelah nikah, abang akan melihat wajahnya. Dan ketika itu mahu tak mahu godaan perbandingan akan datang juga.”

Sekali lagi dia senyum. Matanya bersinar-sinar dengan keyakinan. Jauh di lubuk hati, saya mengakui, dia memang bercakap dari hatinya.

“Amat jauh bezanya antara membandingkan wanita lain dengan bakal wanita yang akan kita nikahi dengan wanita yang telah kita nikahi…”

Pendek dia menjawabnya, namun terus menusuk ke hati saya. Tanpa saya pinta dia menyambung, “Apabila seorang wanita telah kita nikahi dengan sah, dialah wanita yang diamanahkan oleh Allah untuk kita bimbing dan pimpin menuju syurga. Nasib kita dunia dan akhirat sangat berkait rapat dengannya. Dia adalah jodoh yang ditakdirkan buat kita. Dialah wanita yang pasrah dan menyerah kepada kita atas nama Allah. Pada waktu itu, bagaimanapun keadaan wajahnya, siapa pun dia, sudah menjadi soal kedua.”


Cantik Itu Relatif dan Subjektif
“Abang tidak takut, kalau tiba-tiba wajah atau keadaannya tidak serasi dengan cita rasa abang? Maksudnya, er… er… kita masih manusia bukan?” saya menduga hatinya.

Dia ketawa tiba-tiba.

“Ya, kita masih manusia. Tetapi kita bukan sekadar manusia. Kita hamba Allah dan khalifah. Isteri ialah teman kita untuk memikul amanah dua misi berat itu. Untuk melaksanakannya, kita bukan hanya perlukan kecantikan seorang wanita, tetapi ilmunya, akhlaknya, sifat pengorbanannya dan kesetiaannya.”

“Jadi, untuk itu kecantikan tidak penting?”
“Semua yang datang daripada Allah ada kebaikannya. Namun ingat, Allah lebih tahu apa yang baik untuk kita berbanding kita sendiri. Sesiapa yang tekad menjadi hamba Allah dan khalifah, pasti tidak akan dikecewakan-Nya. Orang yang baik berhak mendapat yang baik, bukan begitu?”

“Bukan yang cantik?” jolok saya lagi.
“Cantik itu relatif dan sangat subjektif. Beauty is in the eye of the beholder, bukankah begitu? Cita rasa manusia tentang kecantikan tidak sama. Malah ia juga berubah-ubah mengikut masa, usia dan keadaan. Tetapi yang baik itu mutlak dan lebih kekal sifatnya,” balasnya dengan yakin.

“Maksud abang?”
Dia diam. Termenung sebentar. Mungkin mencari-cari bahasa kata untuk menterjermahkan bahasa rasa.

“Kecantikan seorang wanita tidak sama tafsirannya. Orang budiman dan beriman, menilai kecantikan kepada budi dan akhlak. Pemuja hedonisme dan materialisme hanya fokus kepada kecantikan wajah dan daya tarikan seksual.”

Ketika saya ingin menyampuk, dia menambah lagi, “Cantik juga relatif mengikut keadaan. Jelitawan sekalipun akan nampak hodoh dan membosankan apabila asyik marah-marah dan merampus. Sebaliknya, wanita yang sederhana sahaja wajahnya akan nampak manis apabila sentiasa tersenyum, sedia membantu dan memahami hati suami.”

“Oh, betul juga tu!” kata saya. Teringat betapa ada seorang kenalan yang sering mengeluh tentang isterinya, “Sedap di mata tetapi sakit di hati…”

Wasilah Memilih Jodoh
“Bagaimana sebaik selepas berkahwin? Tak terkilan?” ujar saya dengan soalan nakal.
“Memang dari segi kecantikan, isteri abang sekarang biasa-biasa sahaja.”

“Maksudnya yang dulu lebih cantik?”

“Kamu ni, fikirannya masih berkisar dan berlegar-legar di situ juga. Ingat, yang biasa-biasa akan jadi luar biasa cantik apabila makin lama kita bersama dengannya. Itulah pengalaman abang. Hari ke hari, kecantikan isteri semakin terserlah. Entahlah, apa yang Allah ubah. Wajah itu atau hati ini?”

Wah, dia seakan berfalsafah! Kata-katanya punya maksud yang tersirat.

“Apa kaitannya dengan hati?” layan lagi. Ingin saya terus mencungkil mutiara hikmah daripadanya.

“Kalau hati kita indah, kita akan sentiasa melihat keindahan. Sebaliknya kalau hati rosak, keindahan tidak akan ketara, sekalipun sudah tampak di depan mata. Atau kita mungkin akan mudah bosan dengan apa yang ada lalu mula mencari lagi. Percayalah, orang yang rosak hatinya akan menjadi pemburu kecantikan yang fatamorgana!”

‘Ah, tentu dia bahagia kini!’ bisik hati saya sendiri.

“Apa panduan abang jika semua ini ingin saya tuliskan?”

“Pilihlah jodoh dengan dua cara. Pertama, jadilah orang yang baik. Insya-Allah, kita akan mendapat jodoh yang baik. Kedua, ikutlah pilihan orang yang baik. Orang yang baik akan memilih yang baik untuk jadi pasangan hidup kita.”

Jadi Orang Baik dan Pilihan Orang Baik

“Tapi bang, ramai yang menolak kaedah kedua. Kata mereka, mana mungkin kita menyerahkan hak kita memilih jodoh sendiri kepada ibu bapa, guru atau individu-individu lain sekalipun mereka orang yang baik-baik.”

“Tak mengapa. Kalau begitu, cuna cara pertama, jadilah orang yang baik.”

“Itu susah bang. Bukan mudah hendak menjadi orang yang baik. Ia satu proses yang panjang dan sukar menentukan apakah kita sudah jadi orang yang baik atau belum.”

Abang tersenyum lantas berkata, “Kamu menyoal bagi pihak orang lain bukan?”

Saya diam. Dalam senyap saya akui, inilah soalan yang sering diajukan oleh para remaja di luar sana.

“Kedua-dua cara itu boleh dijalankan serentak. Maksudnya, jika kita berusaha menjadi orang yang baik, insya-Allah, Allah akan kurniakan kita jodoh yang baik melalui pilihan orang baik. Ataupun kita berusaha menjadi orang yang baik sambil mencari orang yang baik sebagai jodoh, dan nanti pilihan kita itu direstui oleh orang yang baik!”

Wah, kedengaran berbelit-belit ayatnya, namun jika diamati ada kebenarannya.

“Tetapi ada juga mereka yang menolak pilihan orang yang baik bukan?”

“Kerana mereka bukan orang baik,” jawabnya pendek.

“Bukan, bukan begitu. Bolehkah terjadi orang baik menolak pilihan orang yang baik?”

“Ya, tidak mengapa. Tetapi mereka tetap menolaknya dengan cara yang baik. Itulah yang terjadi kepada seorang wanita yang bertanyakan haknya untuk menerima atau menolak jodoh yang dipilih oleh ibu bapanya kepada Rasulullah s.a.w.”

“Apa hikmah di sebalik kisah itu bang?”

“Kita boleh melihat persoalan ini dari dua dimensi. Pertama, mungkin ada anak-anak yang tidak baik menolak pilihan ibu bapa yang baik. Hikmahnya, Allah tidak mengizinkan orang yang baik menjadi pasangan orang yang tidak baik. Bukankah Allah telah berjanji, lelaki yang baik hanya untuk wanita yang baik dan begitulah sebaliknya?”

Saya terdiam. Benar-benar tenggelam dalam fikiran yang mendalam dengan luahan hikmah itu.



Jodoh Urusan Allah

“Dan mungkin juga anak itu orang baik tetapi ibu bapanya yang tidak baik itu memilih calon yang tidak baik sebagai pasangannya. Maka pada waktu itu syariat membenarkan si anak menolak pilihan ibu bapanya. Ya, itulah kaedah Allah untuk menyelamatkan orang baik daripada mendapat pasangan hidup yang jahat.”

“Bagaimana pula jika anak itu baik, dan ibu bapanya pun baik serta calon pilihan ibu bapanya juga baik, tetapi urusan pernikahan masih terbengkalai. Apa maknanya?” tanya saya inginkan penjelasan muktamad.

“Itulah takdir! Mungkin Allah menentukan ‘orang baik’ lain sebagai jodohnya. Sementara orang baik yang dicadangkan itu telah Allah tentukan dengan orang baik yang lain pula!”

Tiba-tiba saya teringat bagaimana Hafsah yang dicadangkan untuk menjadi calon isteri Sayidina Abu Bakar oleh ayahnya Sayidina Umar tetapi ditolak. Akhir Hafsah bernikah dengan Rasulullah s.a.w. Kebaikan sentiasa berlegar-legar dalam kalangan orang yang baik!

“Jodoh itu urusan Allah. Sudah dicatat sejak azali lagi. Tetapi prinsipnya tetap satu dan satu itulah yang wajib kita fahami. Orang yang baik berhak mendapat jodoh yang baik. Cuma sekali-sekala sahaja Allah menguji orang yang baik mendapat pasangan hidup yang jahat seperti Nabi Lut mendapat isteri yang jahat dan Asiyah yang bersuamikan Firaun laknatullah.”

“Apa hikmahnya kes yang berlaku sekali-sekala seperti itu?”

“Eh, abang bukan pakar hikmah! Tetapi mungkin Allah hendak meninggikan lagi darjah dan darjat orang baik ke tahap yang lebih tinggi.”

“Hikmah untuk kita?”

“Jika takdirnya pahit untuk kita, terimalah sebagai ubat. Katalah, kita sudah berusaha menjadi orang yang baik dan kita telah pun bernikah dengan pilihan orang yang baik, tetapi jika takdirnya pasangan kita bermasalah… bersabarlah. Katakan pada diri bahawa itulah jalan yang ditentukan oleh Allah untuk kita mendapat syurga. Maka rebutlah pahala sabar dan redha seperti Nabi Lut dan Nabi Ayyub atau kesabaran seorang isteri bernama Siti Asiah.”

Tok, tok, tok. Tiba-tiba pintu bilik tulis saya diketuk. Wajah watak “abang bayangan” saya pergi tiba-tiba. Tersedar saya daripada lamunan yang panjang. Wajah isteri terserlah di sebalik pintu. Sebalik melihatnya terdetak dalam hati sendiri, apakah aku telah menjadi insan yang baik untuk memperbaikinya?

Ah, hati dilanda bimbang mengingatkan makna satu ungkapan yang pernah saya tulis dahulu: “Yang penting bukan siapa isterimu semasa kau nikahinya, tetapi siapa dia setelah menikah denganmu. JAdi, janji Allah tentang lelaki yang baik untuk wanita yang baik bukan hanya berlaku pada awal pernikahan, tetapi di pertengahannya, penghujungnya malah sepanjang jalan menuju syurga!”

Hati dan fikiran sarat dengan iktibar dan pengajaran.

Berlegar di sekitar kuliah Hari Jumaat di bandar KB, mendengar. merasa dan melihat. Yang indah, bukan tanahnya, tetapi manusia yang menegakkan hukum Allah di atasnya.

Mungkin sesuatu yang kelihatan sederhana pada pandangan mata, tetapi sangat cantik bila dipandang dengan mata hati. Begitulah rasa hati… semoga kita semua kembali kepada Ilahi, kerana di sana ada keindahan yang hakiki dan abadi.

Berfikir tentang jodoh anak-anak, adalah satu cabaran yang dipenuhi pelbagai misteri. Ia sukar ditebak dan diduga. Namun, pesan saya cuma satu… untuk anak sendiri dan anak-anak di luar sana, ikutlah syariat, pasti selamat. Islam itu sejahtera. Tidak ada kebahagiaan tanpanya.

Ya, kesalahan dan kesilapan boleh berlaku - ada ampun, maaf dan taubat di situ. Namun mukmin sebenar tidak akan jatuh dalam lubang yang sama dua kali. Cukup hanya sekali… pertama, kerana kejahilan. Maka belajarlah. Kalau kedua, itu kerana kedegilan. Hubaya-hubaya, kekadang harga yang ditagih untuk ‘membetulkannya’ terlalu pedih dan menyakitkan.

Belajarlah melakukan yang benar dan betul buat pertama kali. Itu yang terbaik. Tetapi jika tidak, cubalah membetulkannya buat kali kedua, ketiga dan seterusnya. Jangan jemu untuk cuba melakukan yang terbaik, kerana kata bijak pandai: Kebaikan itu perlu dimulakan berkali-kali........

YA Allah...jika dia enar untukku..
dekatkanlah hatinya..dgn hatiku...

Saturday, February 5, 2011

Insyaallah Jodoh Itu Pasti Ada

Resah. Gelisah. Seraut wajah termenung jauh.
"Orang lain semua dah kahwin,tinggal aku sorang saja".
Sekeping hati bermonolog. Monolog itu disusuli tujahan prasangka.
"Aku x cantik ke?" "Aku kurang bergaya ke?" "Ataupun pasal gaji aku tak seberapa?" "Aku tak pandai meng'ayat'
agaknya".

Mungkin begitulah kerisauan yang memberat di minda muda mudi yang belum berpunya.Rasa rendah diri, stress dan gejolak rasa ingin memiliki membuatkan mereka berusaha memenangi hati dan memiliki seseorang tanpa mengenal batas halal dan haram.Yang penting, dapat.

Pilu hati ini melihat remaja yang merana kerana cinta.Pilu kerana walaupun mereka sudah merasai peritnya penangan cinta dusta,mereka masih tak mampu mengarah diri mencari cinta hakiki.Tidak serik-serik lagi.Diri diperhamba menagih cinta sementara hingga berkonflik dengan Pencipta cinta.Semua batasan-Nya diredah segala.Tak kenal dosa pahala.

Oh,remaja! Cinta sebelum kahwin itu hanya menjerumus ke lembah
dosa dan zina.Jika mampu bertahan ke jinjang pelamin sekalipun, percayalah bahawa rumah tangga itu takkan berkat.Apa tidaknya,asasnya dibina daripada dosa dan maksiat.

Mana mungkin dapat menegakkan tiang taqwa yang utuh kecuali dinaik taraf dengan taubat.Rumah tangga akan menjadi tawar dan gambar. Semuanya dah dirasa dan terbiasa,nak rasa nikmatnya apa lagi? Anak-anak menjadi mangsa.Terimalah ia sebagai hukuman di dunia. Amat pedih.Namun,terlalu sedikit berbanding pedihnya hukuman abadi di negeri sana.

Kuhembus nasihat ini kepadamu hai remaja tanda sayangku tak terhingga.Bagi para gadis yang belum berpunya,andalah pilihan-pilihan Allah untuk masih mekar terpelihara sehingga tiba pula giliran anda
mendapat seruan,yakinlah. Jangan risau jika masih belum berpunya kerana mungkin Allah ingin bagi ketenangan dulu buat anda untuk terus melangkah menggapai cita-cita. Usah peningkan kepala.Dia menguji anda sedikit masa lagi.

Begitu juga buat pemuda yang belum berpunya," first thing first". Utamakan yang lebih penting daripada apa yang penting.Kenali prioriti anda sekarang. Jika memang dah sampai saat nak memiliki,tabahlah
dan teruskan berusaha.Ingat,pastikan waktu nak berusaha tu anda memang dah betul-betul mampu dan bersedia. Ingat,usaha yang Allah redha sahaja.Bagaimana? Dengan sms siang malam?Atau bergayut di telefon memanjang?Atau ajak keluar,belanja makan? Begitukah?

Berusahalah menyediakan diri dan pikatlah ibu bapanya terlebih dahulu,itu tips memikat wanita solehah dan beriman.Sebaik-baiknya gunakan orang
perantaraan untuk lebih menjaga warak dan iman. Seringkali, seseorang mencari kekasih ibarat dia mendaki gunung yang tinggi.Pepohon berduri sanggup diredah,curam dan jurang sabar ditempuh.Namun,apabila dia memilikinya, didapati insan yang dikejar itu dedaunan kering cuma.

Begitulah perumpamaan sia-sianya usaha yang tak disalur dengan suluhan petunjuk al-Quran dan Sunnah. Beringatlah,urusan jodoh tak ke mana. Sudah sedia tercatat seungkap nama di Loh Mahfuz untuk kita. Ianya urusan yang pasti.Apa yang tak pasti,sama ada kita mendapatkannya cara mulia atau sebaliknya.

Wallahu'alam